Kapitalisme, Mesin Neraka: Wawancara dengan Fredric Jameson

Oleh: RH. Authonul Muther

Kritikus sastra dan teoritikus Marxis, Fredric Jameson, menulis sebuah buku epik, Representing Capital: A Reading of Volume One; sebuah buku yang merekonseptualisasi karya paling penting Karl Marx—yang nyaris berusia 150 tahun—das Capital. Pada tahun 2012, Aaron J. Leonard, seorang penulis buku-buku berhaluan kiri, terlibat wawancara singkat dengan Jameson tentang Marx dan perkembangan kapitalisme mutakhir. Sebuah wawancara yang tampaknya ingin mengajak kita untuk tidak berhenti menelusuri Marx dan buku raksasanya, das Capital. Seolah-olah, bagi Jameson, Marx menjadi hantu sejarah yang terus-menerus, tanpa henti, menuntut keadilan.

Jameson jernih membaca Marx: Sosialisme bukan hal niscaya dalam sejarah, kita tidak sedang menunggu Juru Selamat, sosialisme tidak lahir dari kaki yang diam. Sosialisme adalah praktik politik dan perjuangan kelas. Seperti yang dikatakan Jameson, “…Marx menulis tentang rekonstitusi revolusioner“ atau runtuhnya kelas-kelas yang saling bertentangan”—jadi, sosialisme bukan hal yang tak terhindarkan (inevitable), melainkan proses yang mensyaratkan tindakan manusia dan praktik politik.” Di dunia ini, keadilan—dalam konteks ini melalui sosialisme—tidak turun dari kolong langit.

***

Aaron Leonard: Anda menulis, “das Capital bukanlah sebuah buku tentang politik, dan bahkan bukan sebuah buku tentang buruh: melainkan buku tentang pengangguran.” Bisa Anda jelaskan mengapa Anda berpikir seperti itu?

Fredric Jameson: Saya tahu bahwa hal tersebut mungkin mengagetkan beberapa orang yang selalu memikirkan Marx dalam term politik, tapi sesungguhnya buku das Capital sangat sedikit sekali membicarakan tentang tindakan politik. Tentu dalam das Capital terdapat bahasan mengenai sebuah masyarakat yang bisa keluar dari sistem kapitalisme dan juga kontradiksi-kontradiksi yang menyebabkan runtuhnya kapitalisme, dan saya tidak mengatakan bahwa Marx tidak politis atau tidak memikirkan strategi politik, tapi das Capital bukan sebuah buku tentang politik. Das Capital adalah sebuah buku tentang mesin neraka, yakni kapitalisme.

Das Capital adalah sebuah buku tentang pengangguran, dalam arti, seperti yang Marx katakan, hukum mutlak dari kapitalisme adalah untuk meningkatkan produktifitas—sebagai sebuah hasil, seperti yang Marx tulis, “Masa relatif untuk cadangan pasokan industri (pengangguran) meningkat, oleh karena itu (pengangguran) adalah energi potensial untuk memperbanyak kekayaan.” Saya pikir fenomena pengangguran mempunyai hubungan erat dengan apa yang terjadi hari ini. Saya baru-baru ini mendengar keluhan dari seorang kapitalis ventura (investor yang berinvestasi pada perusahaan modal ventura—pnrj.) yang kesal dengan perbincangan—baik yang datang dari partai Republik maupun Demokrat—mengenai dukungan bisnis yang dapat “membuka lapangan pekerjaan.”

Kapitalis ventura itu berkata, “Tidak ada satu orang pun yang bangun di pagi buta dan berkata, saya ingin meningkatkan gaji saya, karena saya pikir meningkatkan gaji itu baik bagi ekonomi Amerika.” Perkataan indah ini ingin menyampaikan dengan terang-terangan bahwa bisnis diciptakan tidak untuk membuka lapangan pekerjaan; bisnis adalah tentang mendapatkan uang. Persis hal tersebut yang disampaikan oleh Marx di das Capital. Tidak ada hubungan langsung antara produktifitas dengan membuka lapangan pekerjaan.

Problem ini tidak akan mendapat titik terang selama ekonomi Keynesian masih diterapkan di suatu negara—Keynes paham bahwa harus ada pekerja yang mempunyai cukup uang untuk membeli seluruh barang yang diproduksi. Semenjak ada hubungan spesial antara Reagan (Presiden AS) dan Thatcher (Perdana Menteri Inggris), kita mendapat pemahaman lebih mengenai logika mendasar kapital seperti yang dijelaskan oleh Marx. Hal ini bukan hanya hubungan pekerjaan ke negara tertentu; melainkan juga salah satu bagian dari proses (kapital) yang dilakukan di seluruh dunia.

Anda ingin membawa sebuah pabrik kembali ke Amerika Serikat, namun di sisi lain Anda ingin pabrik tersebut menjadi produktif? Berarti, jelas-jelas Anda harus, di satu sisi semakin memperbanyak otomatisasi dan di sisi lain semakin mengurangi tenaga pekerja. Jadi saya berpikir, sungguh terdapat kontradiksi akut antara pekerjaan dan apa yang dilakukan oleh sistem (otomatis). Bagi saya, dalam arti di atas, tuntutan politis untuk membuka sebuah lapangan pekerjaan adalah tuntutan bagi sesuatu yang tidak bisa dikerjakan oleh sebuah sistem.

Aaron Leonard: Anda menyampaikan poin ini di buku Representing Capital dan Valence of the Dialectic: “Buku Grundrisse karya Marx (karya yang mungkin memberi pesan yang jauh lebih kuat daripada das Capital), tak henti-hentinya menekankan perihal pentingnya pasar dunia sebagai horizon akhir dari kapitalisme.” Bagaimana Marx mengatakan hal ini dan bagaimana Anda melihatnya teraktualisasi hari ini?

Fredric Jameson:  Grundrisse tidak begitu punya ruang yang banyak di karya saya itu, namun poin pentingnya adalah universalisasi komodifikasi—di berbagai belahan dunia, kerja upahan mulai menggantikan jenis pekerjaan lain, baik budak atau feodal. Hal itu tampak hanya ketika Anda melihat betapa mendominasinya kerja upahan dalam sebuah area tertentu, seperti Eropa Barat misalnya, Anda akan sadar apa itu kapitalisme mesin, proses seperti apa, bagaimana ia menjadi universal.

Di catatan kaki Grundrisse (buku catatan sebelum Jilid Pertama das Capital) Marx mengatakan, sebelum kita membatasi sistem pasar dunia, sebuah revolusi dunia, sebuah revolusi sosialis, tidak akan terjadi. Maksud Marx adalah ketika seluruh dunia secara bertahap menggantikan jenis-jenis pekerjaan tertentu dengan kerja upahan, dengan demikian profit yang mereka hasilkan akan digantikan oleh kapital (dari nilai lebih).

Apa yang terjadi ketika kapital mencapai kontradiksi atau krisis? Yang terjadi adalah gerak kehancuran. Dalam buku, saya menulis bahwa kapitalisme adalah “mesin aneh yang evolusinya menyatu dengan keruntuhannya, perluasannya menyatu dengan malfungsinya, pertumbuhannya menyatu dengan kehancurannya.” Kehancuran sistem menubuh di dalam perluasan sistem. Anda telah menggunakan jasa kaum tani dan menjadikan mereka petani, kemudian mereka menjadi pengangguran, sistem terus bergerak untuk mendapatkan pekerja yang lebih murah dan jauh lebih murah, sampai sistem mencapai titik di mana tidak ada lagi pekerja murah, namun pada saat yang sama tidak ada orang yang sanggup untuk membeli semua barang yang telah diproduksi.

Saya kira, kita sekarang merasa bahwa posisi kita lebih baik daripada mereka yang berada di abad ke 20. Begitu Anda membatasi pasar dunia, maka kapitalisme tidak bisa berkembang lebih jauh. Sayangnya, saat ini kita tidak berada di titik itu. Namun, lebih baik dari masa Marx sendiri, kita bisa melihat batas-batas (kontradiksi atau krisis) apa yang terjadi dalam situasi mutakhir. Di saat itulah sistem kapitalisme tidak bisa ditoleransi, dan menjadi jelas bahwa sistem tersebut akan hancur-lebur atau digantikan dengan sistem lain.

Tentu saja beberapa orang berpikir bahwa Marx mengatakan sosialisme adalah hal yang tak terhindarkan (inevitable), namun jika kita kembali ke Communist Manifesto, di situ Marx menulis tentang rekonstitusi revolusioner “atau runtuhnya kelas-kelas yang saling bertentangan”—jadi, sosialisme bukan hal yang tak terhindarkan (inevitable), melainkan proses yang mensyaratkan tindakan manusia dan praktik politik.

Aaron Leonard: Di buku Representing Capital Anda menulis, “Marx sendiri berusaha untuk mengombinasi politik pemberontakan dengan ‘puisi masa depan’, dan menjelaskan bahwa sosialisme lebih modern dan produktif dari kapitalisme. Untuk memulihkan futurisme dan merangsangnya adalah tugas mendasar dari setiap ‘perjuangan diskursif’ kiri hari ini.” Bisakah Anda membicarakan ini lebih jauh, dan bagaimana cara kita untuk mulai mehamami sosialisme (di) masa depan?

Fredric Jameson: Marx sendiri selalu tertarik dengan penemuan baru—misalnya pupuk kimia (hari ini mungkin hal yang kurang baik, namun di masa itu dianggap sebagai revolusi hijau), kabel dasar laut, dan penemuan-penemuan lain di masa itu. Menjadi jelas bahwa Marx sendiri berpikir bahwa sosialisme jauh lebih unggul secara teknologi dan dalam segala hal. Raymond Williams menulis tentang bagaimana beberapa orang berpikir bahwa sosialisme adalah palingan nostalgik kembali ke masyarakat sederhana (primitif). Williams menantang bahwa mengatakan sosialisme tidak kembali ke masyarakat sederhana (primitif), adalah hal yang jauh lebih rumit.

Itulah tendensi yang terjadi di pemikir Kiri hari ini—maksud saya seluruh variasi pemikiran Kiri—yang tereduksi hanya untuk menyelamatkan suatu hal. Menyelamatkan suatu hal adalah jenis konservatisme; menyelamatkan semua hal yang dirusak oleh kapitalisme, mulai dari alam ke komunitas, kota, budaya, dll. Pemikir Kiri saat ini berada di posisi nostalgia yang membahayakan dirinya sendiri, mereka hanya mencoba untuk memperlambat gerak sejarah. Itulah apa yang Walter Benjamin lambangkan sebagai—meskipun saya tidak tahu bagaimana dia memikirkannya—revolusi adalah “menarik tuas darurat,” menghentikan laju kereta api. Saya kira Marx tidak menawarkan hal seperti itu. Bagi saya, Marx justru menawarkan bahwa produktifitas akan meningkat melalui upaya penyingkiran terhadap kapitalisme. Di tingkat organisasi, teknologi dan produksi, Marx tidak ingin kembali ke kerajinan tangan primitif, melainkan berhasrat menuju ke bentuk kompleks otomatisasi dan komputerisasi.

Peristiwa kecelakaan sejarah, seperti sosialisme atau komunisme yang terjadi—pada dasarnya di dunia ketiga, negara ‘terbelakang’—di Rusia, membuat kita membayangkan sosialisme tidak seperti Marx membayangkannya. Gerakan sosialis harus mengilhami dirinya dengan tujuan yang sesungguhnya, tujuan alternatif.   

Diterjemahkan dari: Articles Capitalism, the Infernal Machine: An Interview With Fredric Jameson

Penulis adalah Pegiat Filsafat

redaksipetjut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top