Karaeng Galesong: Petarung Maritim, Penegak Harga Diri

Oleh: Fathul H. Panatapraja

Sebuah Manakib Pendek

Karaeng Galesong: “Kerajaan Gowa telah jatuh ke tangan VOC, jadi bagaimana menurut paman-paman?”

Sebuah pertanyaan pembuka saat para pejuang Gowa ditekan dan dirugikan oleh Perjanjian Bongaya.

Daeng Jallo: “Karaeng… Kita semua masih siap bertempur hingga nyawa terpisah dari raga”.

Ngantang yang Tenang

Gapura dua naga kembar sebesar kepalan raksasa berdiri kokoh di dekat lekuk jalan raya. Di sekat berbeda dari pekuburan warga, terdiam sebuah makam, terbujur pusara tua, dikitari tumpukan batu bata, memerah nyala. Sebuah kubur kecil berukuran lima puluh senti. Menjadi saksi abadi dibaringkannya sebagian jasad (kepala) dari seorang pemimpin muda dari Gowa yang tak mau takluk kepada (VOC) Belanda. I Maninrori Kare Tojeng Karaeng Galesong, Tumenanga ri Tappa’na, beliau yang mati memperjuangkan kebenaran yang diyakininya.

Siang yang basah. Setelah dihujani sejak pagi, tanah bertuah. Seekor kutilang terbang dari pohon rimbun di atas pusara putra Raja Gowa. Kutilang muda terbang keluar dari pagar batu bata, kemudian hinggap di dahan kamboja tepat di depan gerbang. Kami pun beradu mata. Saling bertatap pandang dan menyapa, seraya mengucapkan salam penghormatan. Empat belas November 2021.

Menggenggam Bara Api Bongaya

Adalah Verenigde Oost Indiche Compagnie (VOC) sebuah korporasi dagang yang mendapat oktroi monopoli atau hak-hak istimewa dari kerajaan Belanda. Di antara hak-hak istimewa tersebut adalah: Hak memelihara angkatan perang untuk melindungi kegiatan operasional perdagangannya, hak mendirikan benteng-benteng di daerah yang didudukinya, memiliki korps pegawai sendiri, menyelenggarakan peradilan di daerah yang didudukinya, dan mempunyai mata uang sendiri.

Dengan oktroi yang diberikan oleh Kerajaan Belanda kepada VOC, maka dengan itu juga VOC sangat semena-mena dengan daerah di mana mereka melakukan monopoli dagang. Mereka juga melakukan pendekatan terhadap raja-raja setempat agar memuluskan perdagangan mereka. Meskipun ada raja yang menolak dan ada yang turut berkomplot, yang pada akhirnya melakukan penghisapan terhadap sumber daya rakyat, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya.

Semenjak didirikannya VOC pada tahun 1602, hingga puluhan tahun berikutnya, Kerajaan Gowa (Makassar) tetap menolak upaya monopoli perdagangan yang ingin diterapkan VOC khususnya di wilayah Makassar. Setelah upaya VOC melakukan bujukan, rayuan, bahkan ancaman kepada para bangsawan Gowa menemui jalan buntu, tak disangka pada tahun 1663, VOC di Batavia (Jakarta) kedatangan seorang Raja Bone yang bernama Arung Palakka. Arung Palakka menawarkan kerjasama dan persekutuan untuk memerangi Sultan Hasanuddin (Raja Gowa). Akhirnya pada tanggal 5 Oktober 1666 dalam rapat Hooge Regering van Batavia dikeluarkanlah keputusan resmi dari Belanda untuk memerangi Makassar.

Tidak hanya berhari-hari, bahkan untuk sekadar menaklukkan benteng-benteng pertahanan Kerajaan Gowa, puluhan ribu pasukan Belanda dan Arung Palakka membutuhkan waktu kurang lebih sepuluh bulan baru bisa menembus benteng-benteng Kerajaan Gowa dan merangsek masuk ke jantung Gowa. Mereka membakar lumbung makanan. Sehingga pejuang Gowa kelaparan dan melemah. Setelah beberapa kali dilakukan perundingan antara pihak Belanda dan Raja Gowa (Sultan Hasanuddin), maka akhirnya pada hari Jumat 18 November 1667 tercapai sebuah kesepakatan yang dikenal dengan Perjanjian Bongaya. Menurut catatan dokumen Corpus Diplomaticum deel II, Bls. 370-380, Bongaisch Vedrag, disebutkan bahwa perjanjian tersebut di bawah sumpah kitab Al-Qur’an dan Injil.

Perjanjian Bongaya tersebut terpaksa ditanda tangani oleh Raja Gowa, karena melihat para pejuang dan rakyat Gowa tidak ada pilihan lain selain menyerah. Mereka terdesak. Tiga puluh butir Perjanjian Bongaya tersebut merugikan masyarakat Gowa. Belanda menempelkan perjanjian tersebut di tembok-tembok setiap sudut Gowa. Masyarakat yang menyaksikan dan membaca perjanjian tersebut semakin geram dengan Belanda. Dalam diam, rakyat Gowa dan segenap pejuangnya menggenggam bara yang menyala-nyala.

Laskar Makassar yang Tak Pernah Gentar

Rakyat Gowa terus melawan Belanda dengan sekuat tenaga, meskipun Raja Gowa dan bangsawanannya tersandera oleh Perjanjian Bongaya, tidak sedikit para pejuang dan bangsawan Gowa yang ditangkap dan diasingkan ke pulau di luar Makassar. Pada 30 Oktober 1670, I Maninrori Kare Tojeng Karaeng Galesong bersama rombongan pasukannya bermigrasi dari jazirah Sulawesi, berlayar menuju pulau Jawa. Pemimpin muda berusia 15 tahun tersebut, berlayar membawa laskar Makassar dalam misi melawan Belanda. Ia membawa 70 armada perang yang berisi 20.000 laskar bersenjata lengkap. Di perairan yang luas itu pasukan Karaeng Galesong bertempur melawan kapal-kapal milik (VOC) Belanda.

Sebelum sampai di pulau Jawa, laskar Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong sempat singgah di beberapa tempat, yakni di Sumbawa, Bima, dan Bali. Sesampai di pulau Jawa, mereka singgah di pesisir utara pulau Jawa dan kemudian menetap di Demung (sekitar Situbondo). Di Demung lah mereka membangun basis pasukan untuk menyerang Belanda di dalam pertempuran darat.

Tak lama berselang, terjadilah pertemuan tiga tokoh penting: Trunajaya, Karaeng Galesong, dan Tawangalun. Pertemuan tersebut dilaksanakan di Kedaton Sampang, keraton Trunajaya. Pertemuan tiga tokoh tersebut menghasilkan enam poin kesepakatan, yang secara umum adalah bersepakat untuk menyerang Mataram yang saat itu di bawah kekuasaan Sunan Amangkurat I. Mataram era Sunan Amangkurat I memang berbanding terbalik 180 derajat daripada era mendiang ayahnya, Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di mana Sultan Agung anti terhadap VOC, bahkan memeranginya sejak awal. Sedangkan Sunan Amangkurat I bergandeng tangan bekerjasama dengan (VOC) Belanda.

Pertempuran demi pertempuran berkecamuk, sepanjang wilayah kekuasaan Mataram pantai utara ditaklukkan oleh gabungan dari laskar Makassar dan pasukan Madura. Puncaknya adalah pada 13 Oktober 1676, Mataram mengalami kekalahan secara telak dan habis-habisan di Gegodog (daerah Tuban bagian timur). Lalu Plered sebagai ibu kota Kerajaan Mataram pun takluk di hadapan Karaeng Galesong. Sunan Amangkurat I melarikan diri, dan akhirnya mati di tengah pelarian.

Hari-Hari Terakhir Karaeng Galesong

Pada 30 Maret 1679, Amangkurat II bersama 1.900 orang pasukan, bergerak menuju Malang untuk menggempur laskar Makassar. Kemudian pada 20 April kekuatannya ditambah 1.224 pasukan gabungan dari pihak Belanda dan Bone (pasukan Arung Palakka). Disusul pasukan berikutnya berjumlah 5000 pasukan, yang terdiri dari gabungan pasukan Kapten Sloot dan Patih Sindurejo. Dengan pasukan sebanyak itu, mereka terus merangsek ke benteng pertahanan laskar Makasaar. Laskar Makassar terus menerus digempur.

Pada 8 September 1679, didatangkan lagi kekuatan gabungan dari pihak Belanda, Mataram dan Bone, sebanyak 4.835 pasukan. Pada 21 Oktober 1679 laskar Makassar dapat dilumpuhkan, 500 orang dari laskar Makassar ditembaki saat mereka sedang menyelam untuk menyelamatkan diri. Berkali-berkali laskar Makassar diajak berunding damai, namun Karaeng Galesong tak pernah sekalipun datang memenuhi undangan perundingan tersebut.

Secara misterius, akhirnya pada tanggal 21 November 1679, tersiar kabar bahwa Karaeng Galesong meninggal. Jasadnya dimakamkan secara terpisah. Kepalanya berada di pekuburan Ngantang, sedangkan badannya di Sumur Upas, yang berjarak sekitar lima kilo meter.

وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ يُّقْتَلُ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتٌ ۗ بَلْ اَحْيَاۤءٌ وَّلٰكِنْ لَّا تَشْعُرُوْنَ

“Dan janganlah kamu mengatakan orang-orang yang terbunuh di jalan Allah (mereka) telah mati. Sebenarnya (mereka) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”. (QS. Al-Baqarah Ayat 154)

Sumber Bacaan:

Zulkifli Mappasomba. Karaeng Galesong: Warisan Sejarah dan Budaya. Sukabumi: Haura Publishing,  2020.

Mappajarungi Manan. Karaeng Galesong Sang Penakluk Mataram. Jakarta: PT. Cemerlang Panca Aksara, 2014.

2011. SM. Noor. Perang Makassar 1669: Prahara Benteng Somba Opu. Jakarta: Penerbit Kompas, 2011.

Sumber Foto: Redaksi Petjut.id

redaksipetjut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top