Saat Milenial Menghadapi Isu Perang Dunia Ketiga dengan Meme

Oleh: Achmad Fauzi

Banjir di Jakarta, kebakaran hutan di Australia, naiknya tensi hubungan antara Amerika Serikat dengan Iran, sampai konflik di Perairan Natuna. Tahun 2020 dibuka dengan serial peristiwa yang mungkin, jika terjadi di tahun 70 atau 80-an akan memicu sebuah gelombang kepanikan global. Terkecuali untuk banjir di Jakarta. Tentu, Jakarta bukannya baru kemarin saja menghadapi banjir. Banjir seperti sudah menjadi tamu tahunan yang meskipun sudah ganti gubernur berkali-kali dengan proker antisipasi banjir yang sundul langit, tetap saja tidak ada hasil yang pasti. Berhenti sampai di sini, jika Anda mencari siapa yang harus dipersalahkan. Yang pasti, alam itu baik. Manusianya yang terlampau bodoh dan apatis.

Banjir adalah satu kejadian kecil dalam lingkup dunia. Yang kemudian mendapatkan banyak perhatian, bahkan dari pengangguran seperti saya adalah isu seputar perang dunia ketiga. Isu ini bergulir setelah Amerika Serikat membunuh salah satu petinggi militer Iran beberapa waktu lalu. Iran yang notabene memiliki rekam jejak hubungan yang kurang baik dengan Amerika, lantas mengumumkan kemarahannya. Dari titik ini Anda sudah bisa menebak. Baik Amerika maupun Iran memiliki negara sekutu yang bukan saja adikuasa, tapi juga sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat dunia. Jika keduanya memutuskan untuk saling serang, maka akan banyak negara yang terlibat dan perang dunia ketiga tidak mungkin dihindarkan.

Jauh disebelah timur, ada kapal penjaga pantai Cina yang dengan santuy menerobos ZEE di Perairan Natuna, sekaligus mengusir kapal nelayan Indonesia. Bayangkan saat ada maling menerobos masuk ke rumah Anda dan mengusir Anda dari rumah. Kurang lebih seperti itu gambarannya. Konflik seputar Perairan Natuna ini sebenarnya sudah berakhir beberapa tahun lalu di bawah mediasi PBB. Namun entah motif apa yang mendasari hingga Cina dengan gagahnya berani menjamah ZEE Indonesia.

Cina sendiri mengaku jika wilayah tersebut secara historis merupakan bagian dari negaranya. Nelayan dari Cina sudah dari dulu memancing di sana. Tapi tentu pengakuan ini tidak berdasar. Bayangkan betapa luas lautan milik Indonesia jika semuanya bisa diakui secara historis. Nenek moyang kita adalah pelaut. Tanah Afrika pun pernah diinjak.

Kini hubungan diplomatis Indonesia dengan Cina menjadi renggang. Padahal dari kacamata saya yang awam soal ngelmu hubungan luar negeri, hubungan Indonesia-Cina sepertinya baik-baik saja. Tidak terhitung berapa kali Pak Presiden bertandang ke negeri tirai bambu. Jangan lupakan bantuan-bantuan yang diterima Indonesia di berbagai bidang. Dari hulu sampai hilir, uluran tangan dari Cina selalu ada untuk membantu. Oh, dan tentu saja hutang yang diberikan Cina. Terima kasih Cina. Meski saja kita semua tahu tidak ada hutang yang diberikan secara sukarela.

Kondisi dunia saat ini sedang tidak kondusif. Dan jika ini terjadi di tahun 70 atau 80-an, maka mungkin spontan kepanikan akan menyebar di berbagai negara. Para pemuda akan pulang dan menangis karena tahu, sebentar lagi negara bakal memanggilnya untuk bertempur di garis depan. Para pemuda yang setiap hari belajar di kelas dan berpesta atau berkencan di akhir pekan, kini harus siap menenteng senjata. Membunuh setiap musuh yang terlihat dalam pandangan. Ini yang terjadi pada Perang Dunia Kedua. Ada banyak air mata yang tumpah mengantarkan para pemuda menelusuri jalan penuh selongsong. Mungkin esok anak tersayang bisa pulang. Mungkin tidak.

Sayangnya, isu Perang Dunia Ketiga hadir di tengah-tengah kaum milenial yang sudah terlanjur pusing dengan masalah hidupnya sendiri. Ritme kehidupan yang dibangun atas arus kemajuan teknologi yang cepat, serta budaya pop yang serba mengenakkan membuat para pemuda milenial memilih bersikap masa bodoh dengan tetek bengek isu global, termasuk isu perang.

sumber meme: https://imgflip.com/i/3lkpy9

Kemajuan teknologi dan arus budaya pop selain sangat melenakan, juga membuat standar kehidupan masyarakat menjadi sangat tinggi. Para pemuda yang harusnya belajar tentang berbagai macam hal yang lebih bermanfaat bagi kemajuan hidup berbangsa, kini harus bersusah payah memenuhi standar tersebut. Mengejar kata mapan mulai dari memiliki mobil, rumah, istri yang cantik, hingga branding di sosial media. Yang tidak bisa memenuhi standar adalah gagal. Pada poin ini, Anda bisa menyalahkan kapitalisme yang mengakar. Kapitalisme membentuk suatu kebutuhan yang membuat para pemuda sibuk memikirkan cara bagimana memenuhinya. Tidak ada yang lebih penting selain memenuhi standar tersebut. Bahkan isu perang dunia sekalipun.

Namun ada satu fenomena yang lahir dari budaya pop yang mengejutkan saya, yaitu meme. Meme, yang mulanya digunakan sebagai media hiburan, kini beralih fungsi sebagai media anti propaganda dan bersuara. Anda tidak salah baca. Mungkin Anda sendiri sudah menemukan banyak meme yang menyinggung soal isu Perang Dunia Ketiga. Adakalanya meme tersebut lucu. Namun adakalanya juga meme yang dibuat lebih kepada satu ironi. Meme kini menjadi lebih fleksibel saat berada di tangan-tangan kaum milenial.

Alih-alih mengkhawatirkan terjadinya perang, justru para milenial membuat lelucon dari isu tersebut. Mungkin sebagian dari Anda ada yang kurang setuju dengan fenomena ini. Tapi bagaimanapun menurut hemat saya, meme adalah suara milenial yang menunjukkan mereka masih peduli dengan isu global ini. Mereka memilih untuk melihat sebuah isu dari kacamata kejenakaan karena ya itu tadi, sudah muak dengan masalahnya sendiri. Di mana lagi mereka bisa menertawakan diri sendiri sekaligus memberikan perhatian pada sebuah isu besar.

Dan meskipun hanya melalui meme, paling tidak ini membuktikan bahwa ada juga sebagian dari milenial yang perduli dengan isu global. Mungkin Anda belum tahu jika meme sendiri memegang peranan yang penting pada beberapa peristiwa. Bahkan menurut beberapa penelitian, meme bisa menjadi media gaya baru paling ampuh dalam menyuarakan pendapat daripada tulisan panjang nan membosankan seperti punya saya ini. Luar biasa bukan?

Mungkin saat ini para milenial bisa memandang sebuah isu sebagai lelucon karena beban hidup yang ditanggungnya. Entah bagaimana jadinya jika Perang Dunia Ketiga benar-benar terjadi. Apakah milenial masih bisa memandang sebuah tragedi dengan bumbu-bumbu komedi lagi? Kita lihat saja nanti.

Penulis adalah pekerja teks komersial

Sumber Foto: https://makeameme.org/meme/world-war-3-5c0722

redaksipetjut

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top