Oleh: Syaikhu Aliya Rahman
Setelah sukses di film Dumbo, Beauty and the beast dan Cinderella, tidak heran kini Walt Disney Animation Picture kembal melanjutkan gebrakan film klasiknya lewat peluncuran film fantasi musikal Aladdin di pertengahan tahun 2019, dengan harapan penikmat film bisa bernostalgia bersama karakter-karakter favoritnya dimasa kecil yang mereka sulap lebih modern menjadi versilive action. Dengan menggunakan bantuan teknologi masa kini seperti CGI (Computer Generated Image) membuat efek animasi terlihat lebih real. Tidak menutup kemungkinan salah satu produsen film asal Amerika itu akan melanjutkan proyek besarnya itu di tahun-tahun berikutnya.
Cerita Aladdin sebenarnya telah diproduksi dalam berbagai versi karya lain seperti: game, film animasi dan serial televisi. Latar belakang film ini diadaptasi dari cerita Aladdin and the Wonderful Lamp yang merupakan bagian dari cerita Arabian Nights yaitu kumpulan cerita bahasa Arab, Alfulaylawa Layla, yang lebih kita kenal dengan sebutan cerita seribu satu malam, kemudian diterjemahkan kebahasa Prancis oleh Antoine Gelland (1717) melalui sebuah manuskrip abad 14/15 masehi. Pada mulanya cerita Aladdin beredar sebagai sastra lisan, kemudian ditulis dan dikumpulkan pada era keemasan Islam, tepatnya di zaman Dinasti Abasiyah abad 8-13 masehi dan kini terdapat lebih dari sepuluh versi terjemahan dari Arabian Nights dalam bahasa Inggris, antara lain dilakukan oleh Husein Hadday (1992,1998) dan Malcolm C. Lyons (2008), kini Disney telah mematenkan dan mengangkat kisah romantic antara Aladdin dan Putri Jasmine itu ke layar lebar Hollywood.
Disney mengadaptasi cerita Aladdin dengan berbaga iperubahan, seperti karakteristik tokoh, gaya berpakaian, bahasa dan latar tempat yang semula Arab, Persia, India dan China tergantung versi cerita, kini menjadi Agrabah, yaitu latar fiktif yang narator gambarkan sebagai tempat misterius dan penuh pesona.
Tidak heran dalam kasus tersebut muncul banyak kritikus sastra yang tertarik menganalisanya, karena film animasi yang rilis di tahun 1992 tersebut memperlihatkan bagaimana politik representasi yang dilakukan oleh rezim barat (Hollywood) terhadap masyarakat timur tengah melalui sudut pandang kultur, struktur sosial, politik atau ekonomi.
Seperti salah satu jurnal ilmiah berjudul “Wacana Barbar dalam Film Animasi Aladdin” karya Mundi Rahayu, lewat artikelnya, dosen Sastra Inggris UIN Malang itu ingin melihat bagaimana imajinasi Hollywood membagun wacana Arab barbar serta mencari kepentingan dan ideologi barat melalui film animasi Aladdin. Dengan menggunakan analisis wacana kritis Fairclough, ia menemukan beberapa kontruksi barbar orang Arab, antara lain:
Kontruksi bahwa orang Arab brutal dan tidak taat hukum, digambarkan melalui peristiwa seorang pedagang buah yang akan memotong tangan Putri Jasmine saat ia mengambil buah dan diberikan ke anak yang kelaparan. Kedua, kontruksi tokoh Jafar sebagai seorang ambisius dan jahat yang Disney gambarkan sebagai sosok orang tua, tinggi dan gelap di kulit begitu pula pakaian, sebaliknya, tokoh Aladdin dikonstruksikan sebagai tokoh pahlawan yang merepresentasikan sebagai orang yang berkulit terang, dengan desain wajah seperti orang Amerika Tom Cruise.
Problem pertentangan kulit hitam dan putih selalu disandingkan dengan konstruksi baik dan buruk yang tidak terlepas dari konsep ideologi ras yang lumrah di Negeri Paman Sam. Ketiga, konstruksi barbar juga Disney sematkan di beberapa bait lirik lagu berjudul “Arabian Nights”, bait ketiga dan keempat berbunyi “Where they cut off your ear/If they don’t like your face”. Bait itu secara implisit (merujuk orang yang tinggal di wilayah Arab) memotong telingamu, “mu” merujuk ke penonton, “Jika mereka tidak menyukai wajahmu”, dan ditutup oleh bait terakhir, berbunyi “It’s barbaric, but hey, it’s home”. Bermakna “itu adalah tindakan barbar namun dianggap hal lumrah”. Lirik tersebut sempat menuai kecaman oleh “American-Arab Anti-Discrimination Committee” (ADC) pada tahun 1993.
Setelah saya bandingkan di film Aladdin 2019, Disney mulai agak berbenah terkait hal-hal yang mendiskreditkan bangsa arab sebagai bangsa yang barbar seperti apa yang telah diulas di salah satu previous study tersebut. Salah satu lirik “Arabian Nights” telah sedikit mereka ubah, tidak ada lagi lirik “Where they cut off your ear/If they don’t like your face” mereka rubah menjadi “When you wonder among every culture and tongue” dan lirik “It’s barbaric, but hey, it’s home” menjadi “it’s chaotic, but hey, it’s home”, dari lirik tersebut Disney masih menggambarkan bahwa agrabah (Arabian Nights) adalah Negara yang “kacau” (chaotic). Kemudian, sudah tidak ada lagi adegan seorang penjual buah yang mengangkat pisau untuk memotong tangan putri Jasmine, mereka ubah adegan tersebut mejadi seorang penjual roti merampas gelang Jasmine karena memberikan dua buah roti secara cuma-cuma kedua anak-anak yang lapar. Dan tokoh Jafar yang diperankan oleh Marwan Kenzari sudah tidak lagi berkulit gelap.
Namun saya masih menemukan beberapa scenes menarik untuk kita analisa, sebagai pisau analisa, saya menggunakan teori Orientalisme dari Edward Said. Menurut Said Orientalisme adalah sebuah diskursus, dimana barat secara sistematis mencipakan atau mengatur secara sosiologis, politis, ekonomi, militer dan imajinatif pasca pencerahan. Secara umum orientalisme bertujuan “mentimurkan” timur yaitu menguatkan oposisi biner dalam mendominasi timur lewat konstruksi atas pandangan barat akan identitas timur. Orientalisme diciptakan sebagai gaya berpikir yang mendasarkan pada pembedaan secara ontologis maupun epistimilogi yang dibuat antara “timur” (the Orient) dan “Barat” (the Occident). Mereka melukisnya dalam berbagai bentuk media, tullisan, film, brosur dan lain-lain. Melalui bukunya “Orientalisme”, Said membuka mata masyarakat dunia dan dengan lantang mengkritik hegemoni barat terhadap timur atas degradasi yang menyeleweng dalam pengetahuan yang mereka ciptakan.
Gasssssss…..!, Mari kita bedah.
Adegan pada menit ke 18:05 saat Aladdin akan melintas melewati jalan ketika pawai berlangsung menuai tanggapan diskriminatif dari salah satu prajurit penunggang kuda yang mengawal pangeran menuju istana guna melamar putri Jasmine, kemudian berseru “Riffraff” yang berarti “orang-orang hina” dan “Street rat” (tikus jalanan). Konstruksi Hollywood terhadap timur terkait sistem pemerintahan kerajaan yang Negara Arab terapkan, selalu mendiskreditkan dan menghinakan masyarakat kelas bawah, ada batas status bagi mereka yang miskin, menganggap bahwa penguasa selalu bertindak otoriter seolah-olah masyarakat timur terkekang akan sistem. Berbeda dengan negara-negara barat yang membebaskan rakyatnya dalam berpendapat lewat sistem demokrasinya.
Praktik monarki juga masih Disney gambarkan, ketika Jasmine yang diperankan oleh Naomi Scott mencurahkan isi hatinya karena ia merasa terpenjara sebagai seorang putri sultan kepada Aladdin, tidak ada kebebasan lagi baginya seakan semua lakunya diatur oleh Sultan, kegelisahan tersebut juga Jasmine curahkan lewat soundtrack yang sempat menduduki tangga lagu teratas berjudul “A whole new world” dan “Speachless”. Terdapat bagian lirik dari lagu berbunyi “Try to lock me in this cage, I won’t just lay me down and die” yang bermakna “coba saja mengurungku di penjara ini, aku tidak akan berbaring saja dan mati” dan “written in the stone, every rule, every word, countries old and unbending” ( ditulis dalam batu, setiap aturan, setiap kata berabad-abad lamanya dan tidak berubah), secara tersirat, lirik tersebut menggambarkan bagaimana dominasi laki-laki yang berabad-abad lamanya mengekang hak perempuan, seolah-olah tidak ada hak baginya untuk mendapatkan akses sosial.
Disney juga mengkonstruksi Agrabah sebagai negara yang kumuh dan terbelakang, banyak orang-orang terlantar dan setting tempat yang kumuh pada adegan menit ke 06:53 ketika Aladdin yang diperankan oleh Mena Massoud memberikan uang hasil dari menjual perhiasan curiannya ke pengemis. Kita akan melihat beberapa pengemis yang kelaparan. Dalam kritik orientalisme, barat selalu mengkontruksi negara orient (timur) sebagai negara terbelakang dan kurang berkembang.
Itulah beberapa hasil pengamatan saya terhadap film Aladdin 2019, selamat menonton film dengan mata dan telinga yang tajam.
Penulis adalah Traveler dan Maniak Film
Sumber Foto: https://www.imdb.com/title/tt6139732/